
Kenapa Harus Kerja di Bank sih?
Menjelang lebaran kayak gini, harga bahan-bahan pangan melonjak tajam, setajam sutet, abaikanaja. Bahkan saking gilanya, ada orang kaya yang minumannya mulai diganti dengan jus cabe, berhubung cabe lagi mahal. Iya, dia emang gila.Hmm..
Kenapa ya fenomena beginian selalu ada? Apakah karena sarjana pertanian pada kerja di ba.. ba... ya itu lah ya.
Begitulah kalo gue lagi ngetweet di twitter, ada aja orang-orang yang terlalu serius, kemudian memilih jadi orang yang tersinggung. Padahal, orang-orang yang gampang tersinggung itu adalah golongan orang-orang yang minderan loh.
You're too much serious dude. Daripada nanggepin tweet gue pake emosi, mending elo urusin tuh revisi skripsi, pft.
Entah kenapa, kalo gue ngebahas tentang sarjana-sarjana (non-ekonomi & non-perbankan) yang beralih kerja jadi pegawai bank, padaan malah jadi emosi luar biasa. Padahal, niat gue no-offence loh, cuma sekedar mengajak berpikir.
"Frasa 'banyak sarjana yang kerja di bank' itu, sebenernya hanya sebuah majas apofase." <itu apa ya?>Maksudnya, frase itu cuma ungkapan yang dipertegas karena alasan-alasan tertentu. Gue bukan anak sastra loh. Gue emang hebat.
Alasannya?
Semua dilatarbelakangi sama pengamatan gue secara subjektif. Gue mengamati, banyak sarjana yang kehilangan tujuan setelah lulus, perhatiin aja temen kalian yang udah mau lulus, dan coba tanya ke mereka,
"Setelah lulus mau sibuk apa Sob?"
"Ng..nggak tau Sob."
"..."Biasanya, sarjana yang nggak tau tujuannya mau kemana, mereka akan lebih mudah terdesak keadaan finansial dan lingkungan (keluarga, teman, dst), yang akhirnya malah mencari pelarian dengan melamar kerja di mana aja, terutama kerja di bank. #fenomena
-----